Kemampuan yang hampir terlupakan: Konsistensi


08 September 2020

Photo by Maria Teneva on Unsplash
Photo by Maria Teneva on Unsplash

Terlalu mudah untuk memulai hal yang baru di era ini. Apalagi di tahun 2020 dimana sebagian besar aktifitas kita lakukan dari rumah.

Wah, banyak orang yang mulai menanam nih. Ikutan ah!

Menanam kangkung dengan metode wick
Menanam kangkung dengan metode wick

Tiba-tiba tiga minggu kemudian, tiga kotak tanaman kangkung sudah tumbuh secara hidroponik dengan sistem wick. Lalu tanaman tersebut mati karena ditinggal pemiliknya pulang kampung dan tidak dilanjutkan lagi.

Kemarin temen kantor bikin challenge lari sekian kilo dalam sebulan nih. Besok sore aku langsung lari deh

Satu minggu kemudian di kantor ada meeting yang sampai berlarut-larut, sehingga waktu keburu malam dan mood larinya sudah ambyar. Besoknya pas sudah ada mood, eh tiba-tiba turun hujan. Tiap hari selalu saja ada alasan untuk menunda.

Terlalu mudah memulai sesuatu. Terlalu sedikit yang punya konsistensi untuk menyelesaikan.

Supaya tidak terlalu sering kecewa, gagal, atau malu sama diri sendiri, saya mulai refleksi diri dan memahami. Mulai sadar bahwa dibeberapa hal, saya perlu bikin “pecut” buat diri sendiri.

Setidaknya ada dua kasus yang bisa dijadikan contoh.

Pertama: Mulai rajin nulis blog

Sebenarnya awal tahun 2020 saya sudah set target untuk menulis satu minggu satu tulisan, yang mana setidaknya ada 48 tulisan di tahun 2020.

Niat saya menulis sebenarnya hanya ingin menuangkan apa yang ada dipikiran saja, sekaligus sebagai sarana saya belajar teknologi pemrograman yang baru. Dan beberapa minggu yang lalu saya sempet berhenti menulis cukup lama, mungkin sekitar 3 bulan. Lalu ada salah satu kejadian yang bikin gairah menulis saya muncul lagi.

Testimoni dari Linkedin

Pesan tersebut masuk di akun LinkedIn saya. Hal kecil seperti ini bisa menjadikan “pecut” bagi saya untuk memulai menulis lagi. Siapa yang menyangka kalau tulisan saya ternyata menemukan audiencenya.

Saya juga berbagi tulisan pada platform tweet dengan tagar #xof48. Melalui tagar itu, seketika saya commit untuk bikin 48 tulisan dalam setahun. Meskipun saya tidak tahu di akhir tahun nanti berapa tulisan yang berhasil saya hasilkan, setidaknya saya sudah bikin target yang bisa dicapai.

Kalau tertarik, bisa langsung cek thread yang saya buat.

Kedua: Berlari

Sejak bulan lalu teman kantor saya menginisiasi untuk mengadakan tantangan lari. Kita bebas set target berapa saja dalam sebulan, asalkan target tersebut tercapai. Beberapa teman ada yang set 10, 15, 20, 25, hingga 100 km.

Saya? Tentu saja set target yang paling rendah, 10 km dalam sebulan. Bagi saya, sudah mau pasang sepatu dan beranjak dari rumah adalah sebuah pencapaian. Apalagi ini mau lari hingga 10 km sebulan.

Karena target saya 10 km, dan waktu saya 31 hari. Maka saya pakai strategi ala-ala yang tidak memberatkan saya. Saya menargetkan lari empat kali dalam sebulan, kapanpun waktunya, dengan formula jarak tempuh 1–2–3–4 (lari pertama sejauh 1 km, lari kedua sejauh 2 km, dst). Alhamdulillah bulan lalu saya mencapai target 10 km.

Screenshot dari aplikasi NRC

Bulan ini teman saya bikin tantangan lagi. Saya tambah target lari saya sejauh 15 km. Tetapi saya berencana untuk lari lebih dari itu. Istilah jawanya: under promise, over deliver.

Saya berencana untuk lari tiap dua hari sekali, dengan jarak tempuh minimum 3 km. Alhamdulillah bulan ini masih sesuai target dan saya sudah lari sebanyak tiga kali dengan total jarak tempuh 12.45 km.

Tidak kebayang, bulan lalu saya perlu satu bulan untuk menempuh jarak 10 km. Bulan ini bahkan belum ada separuhnya, saya sudah melebih itu. Semoga ini awal yang baik.

You can’t make a baby in one month, by getting nine women pregnant (Warren Buffett)

Karena kita tidak bisa bikin bayi dalam satu bulan dengan hamilin sembilan perempuan.

Cheers buat kita semua yang masih berproses. Enjoy it!

consistency self development running hydroponics